Menebar Keangkuhan Menuai Kehinaan
penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Sakinah Permata Hati 20 - Juli - 2005 03:37:06
Masih berkaca pada untaian nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya. Menjelang akhir nasihat Luqman melarang sang anak dari sikap takabur dan memerintahkan utk merendahkan diri . Luqman berkata kepada anaknya:

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتاَلٍ فَخُوْرٍ

“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia dan janganlah berjalan dgn angkuh. Sesungguh Allah tdk menyukai orang yg angkuh dan menyombongkan diri.”
Demikian Luqman melarang utk memalingkan wajah dan bermuka masam kepada orang lain krn sombong dan merasa diri besar melarang dari berjalan dgn angkuh sombong terhadap ni’mat yg ada pada diri dan melupakan Dzat yg memberikan ni’mat serta kagum terhadap diri sendiri. Karena Allah tdk menyukai tiap orang yg menyombongkan diri dgn keadaan dan bersikap angkuh dgn ucapannya.
Pada ayat yg lain Allah k
melarang pula:


وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِباَلَ طُوْلاً

“Dan janganlah berjalan di muka bumi dgn sombong krn sesungguh engkau tdk akan dapat menembus bumi dan tdk akan mencapai setinggi gunung.”
Demikianlah seseorang dgn ketakaburan tdk akan dapat mencapai semua itu. Bahkan ia akan menjadi seorang yg terhina di hadapan Allah k
dan direndahkan di hadapan manusia dibenci dan dimurkai. Dia telah menjalani akhlak yg paling buruk dan paling rendah tanpa menggapai apa yg diinginkannya.
Kehinaan. Inilah yg akan dituai oleh orang yg sombong. Dia tdk akan mendapatkan apa yg dia harapkan di dunia maupun di akhirat.
‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayah dari kakek dari Nabi n
:


يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أَمْثاَلَ الذَّرِّ فِيْ صُوْرَةِ الرِّجاَلِ، يَغْشاَهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكاَنٍ، يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ مِنْ جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُوْلَسَ، تَغْلُوْهُمْ ناَرٌ مِنَ اْلأَنْياَرِ، وَيُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِيْنَةِ الْخَباَلِ

“orang2 yg sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dlm bentuk manusia diliputi oleh kehinaan dari segala arah digiring ke penjara di Jahannam yg disebut Bulas dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka thinatul khabal.1”
Bahkan seorang yg sombong terancam dgn kemurkaan Allah k
. Demikian yg kita dapati dari Rasulullah n
sebagaimana yg disampaikan oleh seorang shahabat mulia ‘Abdullah bin ‘Umar c
:


مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوِ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

“Barangsiapa yg merasa sombong akan diri atau angkuh dlm berjalan dia akan bertemu dgn Allah k
dalam keadaan Allah murka terhadapnya.”
Kesombongan bukanlah pada orang yg senang dgn keindahan. Akan tetapi kesombongan adl menentang agama Allah k
dan merendahkan hamba-hamba Allah k
. Demikian yg dijelaskan oleh Rasulullah n
tatkala beliau dita oleh ‘Abdullah bin ‘Umar c
“Apakah sombong itu bila seseorang memiliki hullah2 yg dikenakannya?” Beliau n
menjawab “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki dua sandal yg bagus dgn tali sandal yg bagus?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki binatang tunggangan yg dikendarainya?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki teman-teman yg biasa duduk bersamanya?” “Tidak.” “Wahai Rasulullah lalu apakah kesombongan itu?” Kemudian beliau n
menjawab:


سَفَهُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Meremehkan kebenaran dan merendahkan manusia.”
Tak sedikit pun Rasulullah n
membuka peluang bagi seseorang utk bersikap sombong. Bahkan beliau n
senantiasa memerintahkan utk tawadhu’. ‘Iyadh bin Himar z
menyampaikan bahwa Rasulullah n
bersabda:


إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sesungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’ hingga tdk seorang pun menyombongkan diri atas yg lain dan tdk seorang pun berbuat melampaui batas terhadap yg lainnya.”
Berlawanan dgn orang yg sombong orang yg berhias dgn tawadhu’ akan menggapai kemuliaan dari sisi Allah k
sebagaimana yg disampaikan oleh shahabat yg mulia Abu Hurairah z
bahwa Rasulullah n
bersabda:


وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ

“Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ krn Allah kecuali Allah akan mengangkatnya.”
Tawadhu’ krn Allah k
ada dua makna. Pertama merendahkan diri terhadap agama Allah sehingga tdk tinggi hati dan sombong terhadap agama ini maupun utk menunaikan hukum-hukumnya. Kedua merendahkan diri terhadap hamba-hamba Allah k
krn Allah k
bukan krn takut terhadap mereka ataupun mengharap sesuatu yg ada pada mereka namun semata-mata hanya krn Allah k
. Kedua makna ini benar.
Apabila seseorang merendahkan diri krn Allah k
maka Allah k
akan mengangkat di dunia dan di akhirat. Hal ini merupakan sesuatu yg dapat disaksikan dlm kehidupan ini. Seseorang yg merendahkan diri akan menempati kedudukan yg tinggi di hadapan manusia akan disebut-sebut kebaikan dan akan dicintai oleh manusia.
Tak hanya sebatas perintah semata kisah-kisah dlm kehidupan Rasulullah n
banyak melukiskan ketawadhu’an beliau. Beliau n
adl seorang manusia yg paling mulia di hadapan Allah k
. Meski demikian beliau menolak panggilan yg berlebihan bagi beliau. Begitulah yg dikisahkan oleh Anas bin Malik z
tatkala orang2 berkata kepada Rasulullah n
“Wahai orang yg terbaik di antara kami anak orang yg terbaik di antara kami! Wahai junjungan kami anak junjungan kami!” Beliau n
pun berkata:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، إِنِّي لاَ أُرِيْدُ أَنْ تَرْفَعُوْنِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِيهِ اللهُ تَعَالَى، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

“Wahai manusia hati-hatilah dgn ucapan kalian jangan sampai kalian dijerumuskan oleh syaitan. Sesungguh aku tdk ingin kalian mengangkatku di atas kedudukan yg diberikan oleh Allah ta’ala bagiku. Aku ini Muhammad bin ‘Abdillah hamba-Nya dan utusan-Nya.”
Anas bin Malik z
mengisahkan:


كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ اْلأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ وَيَمْسَحُ بِرُؤُوْسِهِمْ وَيَدْعُو لَهُمْ

“Rasulullah n
biasa mengunjungi orang2 Anshar lalu mengucapkan salam pada anak-anak mereka mengusap kepala mereka dan mendoakannya.”
Ketawadhu’an Rasulullah n
ini menjadi gambaran nyata yg diteladani oleh para shahabat. Anas bin Malik z
pernah melewati anak-anak lalu beliau mengucapkan salam pada mereka. Beliau n
mengatakan:


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ

“Nabi n
biasa melakukan hal itu.”
Memberikan salam kepada anak-anak ini dilakukan oleh Nabi n
dan diikuti pula oleh para shahabat beliau g
. Hal ini merupakan sikap tawadhu’ dan akhlak yg baik serta termasuk pendidikan dan pengajaran yg baik serta bimbingan dan pengarahan kepada anak-anak krn anak-anak apabila diberi salam mereka akan terbiasa dgn hal ini dan menjadi sesuatu yg tertanam dlm jiwa mereka.
Pernah pula Abu Rifa’ah Tamim bin Usaid z
menuturkan sebuah peristiwa yg memberikan gambaran ketawadhu’an Nabi n
serta kasih sayang dan kecintaan beliau terhadap kaum muslimin:


اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، رَجُلٌ غَرِيْبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ لاَ يَدْرِي مَا دِيْنُهُ؟ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَيَّ فَأُتِيَ بِكُرْسِيٍّ، فَقَعَدَ عَلَيْهِ، وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ، ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا

“Aku pernah datang kepada Rasulullah n
ketika beliau berkhutbah. Lalu aku berkata ‘Wahai Rasulullah seorang yg asing datang padamu utk berta tentang agama dia tdk mengetahui tentang agamanya.’ mk Rasulullah n
pun mendatangiku kemudian diambilkan sebuah kursi lalu beliau duduk di atasnya. Mulailah beliau mengajarkan padaku apa yg diajarkan oleh Allah. Kemudian beliau kembali melanjutkan khutbah hingga selesai.”
Begitu banyak anjuran maupun kisah kehidupan Rasulullah n
yg melukiskan ketawadhu’an beliau. Demikian pula dari para shahabat g
. Tinggallah kembali pada diri ayah dan ibu. Jalan manakah kira yg hendak mereka pilihkan bagi buah hatinya? Mengajarkan kerendahan hati hingga mendapati kebahagiaan di dua negeri ataukah menanamkan benih kesombongan hingga menuai kehinaan di dunia dan akhirat?
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

1 Thinatul khabal adl keringat atau perasan dari penduduk neraka.
2 Hullah adl pakaian yg terdiri dari dua potong baju.

Sumber: www.asysyariah.com
AKVIS Enhancer Menebar Keangkuhan Menuai Kehinaan maksud hadith إن الله أوحى إلي أن تواضعوا kehinaan manusia nasihat lukmanul hakim kepada anak nasihat untuk merendahkan diri cerita keangkuhan manusia hukum merendahkan diri nasehat luqman alhakimtentang hati